Menjejak Surga atau Neraka?

Oleh : Mulyono Taufik, S.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kec. kemlagi)

‘Abdurrahman bin Syakhr, dijuluki oleh Rasulullah sebagai Abu Hurairah oleh sebab kerapnya Nabi Muhammad menyaksikan Ibnu Sakhr memanggul seekor kucing di pundaknya. Maka sang Nabi pun memberikan sapaan akrab kepadanya ‘’si penyayang kucing’’.

Ibnu Sakhr memeluk Islam di tahun terjadinya Perang Khaibar dan ia sendiri terjun di peperangan itu bahu-membahu dengan Rasulullah SAW. Selanjutnya, episode hidup Abu Hurairah adalah narasi pelayanan (khidmat) kepada Rasulullah dan perjuangan untuk menjaga benar apa-apa yang didengar dan disaksikannya mengenai pribadi Rasulullah di dalam ingatannya. Jadilah ia sahabat  yang terbilang paling banyak meriwayatkan hadits. Ia juga merupakan seorang yang didoakan Rasulullah dengan ucapan, ‘’Tuhan, jadikan mukmin lain mencintai hamba kecilmu dan ibundanya ini dan jadikan keduanya mencintai semua mukmin lainnya.’’

Muslin bin Basr menuturkan, ‘’ Abu Hurairah pernah berlinang air mata di kala sakitnya. Lalu ditanya, ‘’Apakah gerangan yang membuatmu menangis, Abu Hurairah?’’

‘’Bukan dunia yang tengah kutangisi,’’ jawabnya.

‘’Namun…..’’, lanjut Abu Hurairah, ‘’Aku teringat akan jauhnya perjalana yang menantiku dan terlampau minimnya bawaanku. Jika perjalanan ini diibaratkan pendakian, tempat turunnya adalah surga dan neraka. Kemanakah kakiku menjejak nantinya, aku belum tahu pasti….[1]

Kisah di atas adalah sepenggal kisah dari seorang sahabat kepercayaan Nabi Muhammad SAW yaitu sahabat yang kita kenal dengan nama Abu Hurairah. Sebagaimana diceritakan, bagaimana seorang Abu Hurairah yang menangis tersedu tatkala sakit. Dan bukan menangisi akan sakit yang dideritanya. Namun beliau menangisi tentang minimnya bekal akhirat yang akan ia bawa ketika meninggalkan dunia ini. 

Dari cerita di atas ada sebuah pelajaran yang dapat dipetik. Yakni untuk dapat Kembali menghadap Allah SWT esok saat kita meninggalkan dunia ini adalah bukan tentang seberapa banyak kita kita menumpuk harta benda selama di dunia. Juga bukan seberapa hebat kita di mata kolega atau saudara atau teman kerja. Namun yang lebih penting adalah dengan harta yang banyak itu untuk apa kita gunakan, dan seberapa besar memberikan manfaat untuk diri kita dan lingkungan sekitar. Dengan kehebatan kita, kepintaran kita apakah sudah bisa memberikan kebermanfaatan bagi orang lain. Dan dengan kekuasaan yang kita miliki, apakah dengan kekuasaan itu akan menjadikan orang lain merasa damai dan terbantukan?

Itulah sebabnya mengapa Allah memerintahkan kepada kita agar senantiasa menjaga keseimbangan baik hubungan dengan Allah maupun hubungan dengan sesama manusia. Karena perintah itu jelas adanya. Apalagi di saat momentum Ramadan seperti saat ini, yang dimana semua amal kebaikan akan dilipat gandakan oleh Allah. Maka motivasi untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah di dalam bulan yang mulia ini dapat benar-benar tercapai. Dan menjadi sebuah pilihan bagi kita, kemanakah kaki kita kelak akan dijejakkan, ke Surga ataukah ke Neraka?

Jika yang dikehendaki adalah Surga, maka jawabannya adalah mengisi bulan Ramadan yang mulia ini 

dengan berbagai amal dan menjadikan al Quran sebagai petunjuk kehidupan.

Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ۝

‘’Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.’’ 

(QS. Al Baqarah : 185)

Ayat ini menerangkan bahwa pada bulan Ramadan, Al-Qur’an diwahyukan. Berkaitan dengan peristiwa penting ini, yang kita ketahui bersama bahwa Al Quran diturunkan pada bulan Ramadan tepatnya tanggal 17 Ramadan. Tentu dengan turunnya Al Quran di bulan Ramadan semakin menambah kemuliaan dari bulan Ramadan tersebut.

Al Quran yang Allah turunkan kepada Baginda Nabi melalui malaikat Jibril sebagai sebuah risalah dan selanjutnya berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia secara keseluruhan. Selain sebagai petunjuk bagi manusia, Al Quran juga menjadi penegas antara perkara yang haq dan perkara yang bathil. 

Maka untuk menggapai kemuliaan Ramadan dan dengan itu nantinya dapat menambah bekal untuk Kembali kepada-Nya, Al Quran menjadi jawabannya. Seberapa besar seseorang bisa menjadikan Al Quran sebagai petunjuk jalan hidupnya, disitulah Allah bimbing dia untuk semakin mudah melakukan amal kebaikan. Setiap apapun persoalan kehidupan yang dialami, selama ia menjadikan Al Quran sebagai petunjuknya, maka Allah yang memberikan jalan keluar baginya.

Karena salah satu hikmah Puasa Ramadhan adalah sebagai lading amal yang di dalamnya dapat memberikan motivasi bagi setiap muslim untuk meningkatkan kesungguhan dan keimanan agar diampuni dosanya dan dijadikan sebagai manusia yang bertaqwa. Dalam puasa Ramadan, seluruh amal baik yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Selain itu, kebahagiaan orang yang berpuasa selain menunggu datangnya waktu berbuka, adalah kerinduan saat nanti akan bertemu dengan Allah SWT. [2] Waallahu ‘alam.

  1. Abu Nu’aim, Hilyat al-Awliya wa Thabaqat al-Asfhiya’. Dalam buku karangan Imam Sibawaih El-Hasany & Yunan Askaruzzaman Ahmad, Tangisan Langit, Kisah-kisah Terpilih tentang Air Mata para Nabi dan Orang-orang Saleh, Lentera hati, 2013.
  2. Baznas.go.id/ artikel, 12 Maret 2024

Leave a Comment